Wednesday, January 5, 2011

Tulisan 4 Etika Bisnis

L'Oreal Raih "World's Most Ethical Companies"

Jum'at, 26 Maret 2010 - 14:11 wib

PERUSAHAAN kosmetik terkemuka di dunia L'Oreal telah mendapat pengakuan dari Ethisphere Institute sebagai salah satu dari "Perusahaan–perusahaan Paling Beretika di Dunia" pada 2010. Hasil ini diperoleh dari sekian banyak nominasi yang berasal dari ribuan perusahaan lebih dari 100 negara dan 36 industri.

Komitmen L'Oreal terhadap etika dan prestasi kembali diakui oleh Ethisphere Institute, sebuah organisasi yang didedikasikan bagi penciptaan, kemajuan, dan sharing tentang praktik-praktik yang baik dalam etika bisnis, hak asasi manusia, tanggung jawab sosial perusahaan, antikorupsi, dan kelangsungan dalam sebuah perusahaan.

Berdasarkan riset mendalam dan sebuah analisa bertahap, perusahaan yang terpilih di peringkat ini telah memperlihatkan perilaku yang patut dicontoh dalam komitmen etika dan hubungan yang positif dengan komunitas lokal.

Peringkat "World's Most Ethical Companies" 2010 akan dipublikasikan dalam majalah Ethisphere edisi Q1 dan tersedia di situs ethisphere.com.

"L'Oreal bangga bisa terpilih kembali sebagai salah satu dari 'Perusahaan-perusahaan yang paling beretika di Dunia'. Kami yakin bahwa keberhasilan bisnis yang berkelanjutan dibangun melalui standar etika yang tinggi yang mengarahkan pertumbuhan dan rasa tanggung jawab yang murni terhadap komunitas yang besar. Inilah yang memberikan arti dan nilai bagi bisnis kami, dan merupakan pengakuan yang tinggi bagi komitmen karyawan kami di seluruh dunia. Hal ini membentuk kepercayaan bagi konsumen kami," papar Emmanuel Lulin, Group Director of Ethics L'Oreal.

Pioneer dalam Etika

L'Oreal yakin bahwa integritas dan kewargaan perusahaan yang bertanggung jawab adalah penting bagi pengembangan grup, sehingga hal ini menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari di setiap level di perusahaan.

Program etika L'Oreal proaktif dan mendukung pertumbuhan grup. Pada tahun 2000, L'Oreal menjadi salah satu perusahaan pertama di Perancis yang menetapkan sebuah Kode Etika Bisnis.

Pada saat etika dipertimbangkan untuk menjadi tanggung jawab seluruh karyawan, grup mengangkat seorang Director of Ethics pada tahun 2007 untuk memperkuat promosi dan integrasi praktek etika di dalam bisnis.

Tahun 2008, CEO L'Oreal Jean-Paul Agon menerima penghargaan yang prestisius untuk Kepemimpinan dalam Etika dari Stanley C Pace.

Kode Etika Bisnis juga telah diterapkan di L'Oreal Indonesia secara menyeluruh. Bahkan pada November lalu, L'Oreal Indonesia menerima penghargaan bergengsi dari Indonesian Asia Responsible Entrepreneurship Awards (AREA) 2009, atas komitmen Perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility yang berkelanjutan dan konsisten untuk mendukung bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kesetaraan perempuan di Indonesia.

sumber : http://lifestyle.okezone.com/read/2010/03/26/29/316436/l-oreal-raih-world-s-most-ethical-companies

Tugas 1 Etika Bisnis

Persaingan Bisnis Picu Media Abaikan Etika

Jum'at, 9 April 2010 - 11:37 wib

JAKARTA - Ketatnya persaingan di bisnis memungkinkan para pekerja media melakukan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran etika jurnalistik.

Menurut Pakar Journalism Studies dari Universitas Indonesia Awang Ruswandi, di tengah tajamnya persaingan usaha, etika jurnalistik tetap harus dijunjung tinggi oleh media apa pun. Tapi memang (pelanggaran etika) tidak aneh karena di negara besar seperti Amerika Serikat pun ada skandal," ungkap Awang kepada okezone, Jumat (9/3/2010).

Dia menceritakan kasus wartawan di New York, terkait perang Irak. Wartawan tersebut ditugaskan dalam peliputan ke Irak. Namun ternyata dia tidak meliput ke lapangan, justru hanya sampai ke sebuah hotel lalu mebuat berita fiktif.

Kasus hampir sama juga pernah menimpa seorang wartawan dari Jawa Pos yang melakukan wawancara fiktik. Karena terbukti, akibatnya wartawan tersebut dipecat. Dari kasus tersebut, kata Awang, dapat diambil pelajaran berharga. "Artinya, karena desakan persaingan bisnis dan tuntutan deadline, di mana pun pelanggaran etika jurnalistrik bisa mungkin terjadi," tandasnya.

Media massa baik kecil atau besar akan mudah tergelincir dari nilai-nilai tersebut yang semestinya harus menjadi acuan. "Kasus kecilnya, asas praduka tak bersalah juga berlaku di pratik jurnalistik, tapi terkadang diabaikan karena tuntutan bisnis dan deadline," papar Awang.

Sekadar diketahui, praktik media kembali menjadi sorotan setelah Mabes Polri mengadukan seorang presenter TVOne ke Dewan Pers. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Edward Aritonang menjelaskan, Indy diduga merekayasa sang narasumber tersebut agar mengaku sebagai markus. Indy mewawancarai Andris Ronaldi, sang markus, pada 18 Maret 2010.

Dalam wawancara tersebut, Andris mengaku sudah 12 tahun menjadi markus di Mabes Polri.(ram)


sumber : http://news.okezone.com/read/2010/04/09/339/320888/persaingan-bisnis-picu-media-abaikan-etika